Rabu, 30 Januari 2019

TAUHID DAN AQIDAH




Tauhid dan Aqidah, definisi dan cakupan bahasannya

Tauhid dan Akidah merupakan istilah syar’i yang sering kita jumpai baik dalam buku-buku maupun ceramah Islam. Apa perbedaan istilah tersebut dan cakupan bahasannya? Berikut ulasan ringkasnya.

Pembahasan Islam dilihat dari topik bahasannya mencakup 2 bagian:
Aqidah
Amaliyah

Pembahasan aqidah berkenanan dengan keyakinan, adapun amaliyah berkenanan amaliah seorang muslim. Pembahasan tentang Thoharoh, Shalat, Puasa, Dzikir dan seterusnya merupakan amaliah, adapun iman kepada Allah, kepada Malaikat, dan seterusnya merupakan pembahasan Aqidah.

Lalu, apa bedanya antara tauhid dan aqidah?

A. DEFINISI TAUHID DAN AKIDAH

1. Tauhid
Secara bahasa:
Tauhid merupakan masdar/kata benda dari kata wahhada – yuwahhidu, yang artinya menunggalkan sesuatu.

Secara istilah syar’i:
Mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat

2. Aqidah
Secara bahasa:
Diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ikatan

Secara istilah syar’i:
Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

B. CAKUPAN BAHASAN TAUHID DAN AQIDAH
Para ulama telah menulis kitab-kitab Aqidah, ada yang menuangkannya secara rinci, ada pula yang secara pokok-pokoknya saja. Keyakinan para ulama terdahulu adalah sama. Diantara kitab-kitab tentang Aqidah yang ditulis oleh para ulama antara lain:

Ushul Sunnah wa I’tiqad Dien, Abu Zur’ah Ar-Razi (Wafat 264 H) + Abu Hatim (Wafat 277)
Ushul As-Sunnah, Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H)
Aqidah Thahawiyah, Imam Abu Ja’far Ath-Thohawi (239-321 H)
Aqidah Salaf Ashabul Hadits, Syaikhul Islam Abu Isma’il Ash-Shabuni (373H – 449 H)
Min Ushul Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Syaikh DR. Sholeh Fauzan
Dan lain-lain.
CAKUPAN BAHASAN AQIDAH
Syaikh DR. Sholeh Fauzan dalam kitabnya “Min Ushul Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” memaparkan 9 prinsip pokok dalam Aqidah. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Rukun Iman
– Iman kepada Allah
– Iman kepada para malaikat-Nya
– Iman kepada Kitab-kitab-Nya
– Iman kepada para Rasul-Nya
– Iman kepada Hari akhir
– Iman kepada Taqdir yang baik dan buruk

2. Iman mencakup perkataan, perbuatan dan keyakinan, iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.

3. Perbuatan dosa selain syirik dan kekufuran tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam.

4. Wajibnya taat kepada pemerintah Muslim dalam hal yang bukan maksiat.

5. Larangan memberontak kepada pemerintah selama pemerintah masih muslim.

6. Larangan mencela para sahabat Nabi saw

7. Mencintai Ahli Bait Nabi saw

8. Membenarkan adanya karomah para wali

9. Berdalil dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat Nabi saw

Kesembilan pokok aqidah tersebut didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits sesuai dengan yang dipahami oleh generasi awal umat ini. Aqidah shahihah/yang benar tersebut dikenal dengan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun aqidah/keyakinan yang menyelisihi aqidah tersebut disebut dengan Aqidahnya Ahlu Bid’ah.

CAKUPAN BAHASAN TAUHID
Adapun bahasan Tauhid merupakan bagian dari pembahasan aqidah, yakni bahasan aqidah khusus yang berkenaan dengan Rukun Iman – Iman kepada Allah.

Cakupan bahasan Tauhid meliputi:
1. Tauhid Rububiyah
2. Tauhid Uluhiyah
3. Tauhid Asma wa Sifaat

C. PENTINGNYA AKIDAH DAN TAUHID
Akidah, terlebih permasalahan tauhid merupakan hal yang sangat penting dan mendasar, dakwah Nabi di mekah 10 tahun hanya terfokus pada penanaman aqidah, baru pada tahun ke 10 kenabian ada perintah Shalat, hal ini menunjukkan bahwa permasalahan aqidah adalah sangat penting dan mendasar. Barangsiapa yang tauhidnya benar, maka baik pula Islamnya, dan barangsiapa tauhidnya rusak, maka sia-sialah amalnya.

embagian yang populer di kalangan ulama adalah pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Pembagian ini terkumpul dalam firman Allah dalam Al Qur’an:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam: 65).
Perhatikan ayat di atas:
(1). Dalam firman-Nya (رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ) (Rabb (yang menguasai) langit dan bumi) merupakan penetapan tauhid rububiyah.
(2). Dalam firman-Nya (فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ) (maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan tauhid uluhiyah.
(3). Dan dalam firman-Nya (هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً) (Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?) merupakan penetapan tauhid asma’ wa shifat.
Berikut penjelasan ringkas tentang tiga jenis tauhid tersebut:
  1. Tauhid rububiyah. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan, dan pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah:
    أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
    “Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” (Al- A’raf: 54).
  2. Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena penisbatanya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya kepada makhluk (hamba). Adapun maksudnya ialah pengesaan Allah dalam ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Ta’alaberfirman:
    ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ
    ”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain Allah adalah batil” (Luqman: 30).
  3. Tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus menetapkan seluruh nama dan sifat bagi Allah sebgaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya. Dalam menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
    لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
    ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura: 11) (Lihat Al-Qaulul Mufiiid  I/7-10).
Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja yaitu tauhid dalam ma’rifat wal itsbat (pengenalan dan penetapan) dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid dalam tujuan ibadah). Jika dengan pembagian seperti ini maka tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat termasuk golongan yang pertama sedangkan tauhid uluhiyah adalah golongan yang kedua (Lihat Fathul Majid 18).
Pembagian tauhid dengan pembagian seperti di atas merupakan hasil penelitian para ulama terhadap seluruh dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga pembagian tersebut bukan termasuk bid’ah karena memiliki landasan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kaitan Antara Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah

Antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tauhid rububiyah mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Maksudnya pengakuan seseorang terhadap tauhid rububiyah mengharuskan pengakuannya terhadap tauhid uluhiyah. Barangsiapa yang telah mengetahui bahwa Allah adalah Tuhannya yang menciptakannya dan mengatur segala urusannya, maka dia harus beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Sedangkan tauhid uluhiyah terkandung di dalamnya tauhid rububiyah. Maksudnya, tauhid rububiyah termasuk bagian dari tauhid uluhiyah. Barangsiapa yang beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya, pasti dia meyakini bahwa Allahlah Tuhannya dan penciptanya. Hal ini sebagaimana perkatan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:
قَالَ أَفَرَءَيْتُم مَّاكُنتُمْ تَعْبُدُونَ {75} أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُمُ اْلأَقْدَمُونَ {76} فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّي إِلاَّرَبَّ الْعَالَمِينَ {77} الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ {78} وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ {79} وَإِذَامَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ {80} وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ {81} وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ {82}
“Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah (75), kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? (76), karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam (77), (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang memberi petunjuk kepadaku (78), dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku (79), dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkanku (80), dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali) (81), dan Yang amat aku inginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat (82)” (Asy- Syu’araa’: 75-82).
Tauhid rububiyah dan uluhiyah terkadang disebutkan bersamaan, maka ketika itu maknanya berbeda, karena pada asalnya ketika ada dua kalimat yang disebutkan secara bersamaan dengan kata sambung menunjukkan dua hal yang berbeda. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah:
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ {1} مَلِكِ النَّاسِ {2} إِلَهِ النَّاسِ {3}
“Katakanlah;” Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia (1). Raja manusia (2). Sesembahan manusia (3)” (An-Naas: 1-3).
Makna Rabb dalam ayat ini adalah raja yang mengatur manusia, sedangkan makna Ilaah adalah sesembahan satu-satunya yang berhak untuk disembah.
Terkadang tauhid uluhiyah atau rububiyah disebut sendiri tanpa bergandengan. Maka ketika disebutkan salah satunya mencakup makna keduanya. Contohnya pada ucapan malaikat maut kepada mayit di kubur: “Siapa Rabbmu?”, yang maknanya adalah: “Siapakah penciptamu dan sesembahanmu?” Hal ini juga sebagaimanan firman Allah:
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلآَّ أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ”Tuhan (Rabb) kami hanyalah Allah” (Al-Hajj: 40).
قُلْ أَغَيْرَ اللهِ أَبْغِي رَبًّا
“Katakanlah:”Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah” (Al-An’am: 164).
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqamah” (Fushshilat: 30). Penyebutan rububiyah dalam ayat-ayat di atas mengandung makna uluhiyah  ( Lihat Al Irsyad ilaa Shahihil I’tiqad 27-28).

Isi Al-Qur’an Semuanya Tentang Tauhid

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa isi Al-Qur’an semuanya adalah tentang tauhid. Maksudnya karena isi Al-Qur’an menjelaskan hal-hal berikut:
  1. Berita tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya, dan perkataan-Nya. Ini adalah termasuk tauhidul ‘ilmi al khabari (termasuk di dalamnya tauhid rububiyah dan asma’ wa shifat).
  2. Seruan untuk untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya. Ini adalah tauhidul iraadi at thalabi (tauhid uluhiyah).
  3. Berisi perintah dan larangan serta keharusan untuk taat dan menjauhi larangan. Hal-hal tersebut merupakan huquuqut tauhid wa mukammilatuhu (hak-hak tauhid dan penyempurna tauhid).
  4. Berita tentang kemuliaan orang yang bertauhid, tentang balasan kemuliaan di dunia dan balasan kemuliaan di akhirat. Ini termasuk jazaa’ut tauhid (balasan bagi ahli tauhid).
  5. Berita tentang orang-orang musyrik, tentang balasan berupa siksa di dunia dan balasan azab di akhirat. Ini termasuk balasan bagi yang menyelisihi hukum tauhid.
Dengan demikian, Al-Qur’an seluruhnya berisi tentang tauhid, hak-haknya dan balasannya. Selain itu juga berisi tentang kebalikan dari tauhid yaitu syirik, tentang orang-orang musyrik, dan balasan bagi mereka (Lihat  Fathul Majid 19).
Demikianlah sekelumit pembahasan tentang pembagian tauhid. Semoga Allah Ta’ala senantiasa meneguhkan kita di atas jalan tauhid untuk mempelajarinya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya.

terimakasih atas respon anda. admin

Tidak ada komentar:

ERA TASHAWWUF SOCIETY 6.0

Sosialisasi : GENERASI BARU ABAD 21 ERA TASHAWWUF SOCIETY 6.0 (Ki Ageng Sapujagat Al Kajorani Al Jawi) > Revolusi Industri 4.0 mengg...