Kamis, 30 Agustus 2018

NGAJI ALAM DI PONTREN PETANI NUSANTARA : FILOSOFI MANGGA


NGAJI ALAM DI PONDOK PESANTREN PETANI NUSANTARA
Pohon Manggaku yang dibelakang saung Paseban Agung Petani, Pontren Petani Nusantara "Sang Cipta Rasa" Keluar Tiga Tangkai Bunganya Unik, Di Batang pohon Langsung. Nyulayani Adat. Keluar Dari Kebiasaan. Fakta & Realita, Masih Mau Membantah ???
Tiga Itu Simbol :
1. Islam, Iman, Ikhsan (Wali songo = 3 x 3),
2. Sejarah, Nasionalis, Religius (Tiga Serangkai Ernest Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hadjar Dewantara).
3. TRI SAKTI
(Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno dalam Pidato Trisakti tahun 1963 menegaskan: 1. Berdaulat secara politik; 2. berdikari secara ekonomi; 3. berkepribadian secara sosial budaya.
Dalam bidang kemandirian politik, Soekarno telah berhasil memperjuangkan Pancasila sebagai kemandirian bangsa Indonesia dengan memiliki ideologi negara sendiri.
Sedangkan dalam kemandirian secara ekonomi ditegaskan Soekarno, bahwa lebih baik potensi sumberdaya alam Indonesia dibiarkan, hingga para putra bangsa mampu untuk mengelolanya. Bung Karno menolak eksploitasi atau penjajahan oleh kekuatan asing.
Dalam kemandirian sosial budaya, Soekarno secara tegas menolak budaya asing, Mempertahankan Budaya Nusantara)
FILOSOFI MANGGA
Proses Tumbuh:
Pohon Mangga berasal dari bibit biji mangga, kemudian pohon itu tumbuh besar, kemudian berbunga, kemudian bunga itu menjadi buah mangga.
Proses Rasa:
mangga harus berjerih payah, menunggu tempo untuk menjadi manis rasanya. Ketika mentah dia pahit, lalu kecut, lalu menjadi manis.
kalau kita mau berfikir lebih dalam, betapa secara tak sadar selera instan orang modern sedang "dikritik" oleh proses mangga. Mangga yang berkualitas (bukan karbitan) adalah yang berdiam lama di pohon, menjalani proses simbiosis (atau apapun istilah saintifiknya) yang tak mudah: pahit, kecut, manis, lalu dimakan, dan bijinya akan menjadi bibit - bibit pohon mangga pada masa selanjutnya.
Selamat belajar pada pohon mangga...

Coba ambil pelajaran dari buah mangga, hanya buah mangga manis yang dihujani lemparan batu, tetapi walaupun dia disakiti tetap selalu saja dia memberikan buah yang manis dan enak dimakan untuk si pelempar batu. Bahkan walau dihujani batu pohon mangga selalu melindungi orang-orang yang berteduh dibawah nya.

 jadilah seperti pohon mangga, dilempar batu malah memberikan buah. Mereka melempari pohon mangga dengan sandal, batu, atau semisalnya, eh, yang jatuh justru buahnya.

Di dalam kehidupan kita terkadang diperlakukan dengan buruk oleh sesama. Entah, karen
a kesalahan yang ada dalam diri kita, atau dirinya, yang jelas hal itu pasti ada. Nabi, sebagai manusia paling mulia saja pernah disakiti, dicaci, dimaki, dituding yang bukan - bukan. Apalagi kita ?

Tapi, ada satu akhlak yang luar biasa terpuji saat menerima hal yang tak menyenangkan dari orang sekitar: membalasnya dengan kebaikan. Seperti pohon mangga tadi. Diejek, kita justru memaafkan. Difitnah, kita justru memberi hadiah. Dicaci, kita malah memuji. Memang benar, membalas keburukan yang paling baik adalah dengan kebaikan.

Mari kita meneladani Nabi, saat dilempari batu oleh penduduk Thaif hingga berlumur darah, beliau berlari menjauh dari kerumunan. Saat itu, malaikat gunung datang menawarkan bantuan. Apa kata Nabi? “Saya berharap dari mereka akan lahir sekelompok manusia yang mengesakan Allah…” Bahkan beliau memanjatkan doa, “Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak sejatinya tidak tahu.”

Belum lagi kisah penaklukkan Mekah. Beliau tidak membalas rakyat Mekah yang pernah mengusirnya dari kampung halamannya. Nabi justru hadir membawa kedamaian, ketika beliau mampu dan kuasa untuk membalas dendam. Benar - benar sosok yang patut di-IKUTI. Membalas keburukan dengan kebaikan. Membalas pesakitan dengan kemaafan. Yuk, belajar dari sekarang. Tak akan mudah jika tidak dipraktikkan.

Pohon mangga bila ditimpuk dengan batu, ia akan membalasnya dengan memberikan buah mangga yang manis. Bila pohon mangga sudah tua dan tidak berbuah lagi, kayunya bisa digunakan untuk membuat kayu bakar. Pohon ini bermanfaat hingga akhir hayatnya.

Seda
ngkan pohon cemara yang tinggi menjulang akan selalu mengikuti arah angin. Bila angin berhembus ke utara pohon cemara mengikuti ke arah utara, bila ke selatan ia juga mengikuti ke selatan. Pohon cemara tidak punya pendirian dan selalu mengikuti arah angin yang berhembus.

Jadilah seperti pohon mangga yang selalu bisa memberi banyak manfaat kepada sesama, dan hingga akhir hayat pun selalu dikenang walaupun telah tiada.

Ternyata diri lebih buruk dari pada pohon mangga. Tahukah kenapa kok lebih buruk? Coba bayangkan, di depan rumah ada pohon mangga yang rimbun buahnya. Sudah mulai masak beberapa buahnya. Dan tetap kukuh tumbuh tanpa memperhatikan orang yang lalu lalang. Tanpa meperhatikan ayam yang lalu lalang. Tanpa memperhatikan anak-anak yang suka mengintai buah mangga itu, kemudian melemparinya dengan batu.

Terus saja si pohon mangga melanjutkan fasenya, yaitu berbuah. Entah itu nanti buahnya rontok atau rimbun, yang penting berbuah dulu. Juga entah itu nanti buahnya dilempari manusia, yang penting berbuah dulu. Sungguh bila dipikir betapa mulia si pohon mangga. Dia tidak pernah protes setelah diperlakukan semena-mena oleh manusia atau binatang yang lainnya.

Si pohon mangga terus memberikan manfaat. Bila panas dia merimbuni siapa saja yang berteduh di bawahnya. Tanpa memandang siapa yang berteduh itu. Bila kambing-kambing lapar, dia dengan rela dipotong beberapa tangkainya untuk daunnya dimakan oleh kambing-kambing itu. Bila malam tiba, dia dengan sabar melindungi ayam-ayam dari gangguan binatang buas. Iya, ayam-ayam itu berlindung dengan naik ke pohon mangga. Betapa tidak sopannya ayam. Minta tolong malah menginjak-injak kepala si pohon mangga.

Sungguh dia sangat tawadu’. Hanya melambai-lambai seakan mengundang siapa saja yang membutuhkan pertolongannya. Sungguh mulia arti sebuah pohon mangga ini.

Sedangkan kita manusia. Bagaimana kelakuan kita?
Brutal, rakus, congkak, egois, bodoh.
Manusia seakan ingin menghabiskan pohon-pohon yang sebenarnya jadi penolong manusia itu sendiri. Mereka hanya memikirkan perut, yaitu keuntungan uang yang tidak terbatas jumlahnya.

Kita seharusnya malu. Filosofi pohon mangga. Sebuah arti ketawadu’an dan “nrimo” serta selalu menolong tanpa pamrih. Kenapa tidak terpikir ini dari dulu? Apakah karena hal kecil begini hanya dianggap kata-kata klise yang setiap orang bisa menemukan dan meraba?
Betapa dangkal otak kebanyakan manusia……
Selalu ingin dipuji dengan semua kelakuan buruk mereka.

berwirausaha adalah sebuah proses, seperti filosofi pohon Mangga, jangan berpikir bahwa berwirausaha itu Instan untuk berhasil, namun ibarat pohon mangga, di awal mula ia hanyalah bibit yang kemudian akan tumbuh akar di sekitar bibit tersebut, sedikit menyembul berwarna kehijauan yang kelak ia akan berubah menjadi batang, semakin bertambah waktu, ia akan bertambah tinggi, dan muncullah daun yang semakin terlihat membesar, dari daun ini, maka ia akan berfotosintesis, sehingga dengan cepat pohon akan membesar. Ketika membesar, ia pun akan bercabang dan memiliki ranting…pada saatnya pohon itu akan berbuah yang buahnya akan bisa dinikmati oleh orang-orang di sekitarnya..dan ia pun juga mampu digunakan untuk berteduh.

kalau mau meneliti, darimana asal manis tidaknya buah mangga itu... Kita semakin dibingungkan dengan tidak adanya bagian didalam buah itu sebagai sumber "manisnya". " kabeh sing neng njero kui, yo sing ndadekne manis lan ora ne'.. " ( Semua unsur didalamnya yang menyebabkan manis tidaknya buah itu ).

Demikian juga baik & tidaknya seseorang...sesungguhnya juga berasal dari seluruh unsur dalam diri kita sendiri. Kalau semuanya baik, ( pikirannya, logikanya, prasangkanya, perilakunya, sopan santunya, tutur katanya, dan terutama adalah hatinya...) selalu , selalu & selalu berisi kebaikkan , pasti juga akan menjadikan kita menjadi orang baik.

Berpikir baik, untuk berkata & bertindak baik..mudah - mudahan nantinya menjadikan kita orang yang baik pula. Biarlah orang lain yang menilai baik dan tidaknya kita...

Satu pohon mangga yang tumbuh dengan suburnya di pinggir jalan, setiap hari dipanjat dan dilempari oleh anak – anak karena ingin mendapatkan buahnya. Pohon mangga tahu dia dipanjat dan dilempar setiap hari karena buahnya, namun pohon mangga tetap saja berbuah walaupun terus dilempari oleh anak – anak, karena dia tahu manfa’atnya hidup hanya karena buahnya. Untuk itu dia terus berbuah agar hidupnya tetap memberi manfaat buat manusia.

Satu pohon mangga saja siap berkorban agar terus memberi manfaat kepada setiap manusia, bagaimana dengan manusia itu sendiri apakah hidup berusaha untuk memberi manfa’at kepada setiap manusia atau hidup hanya 
merepotkan setiap orang, semuanya tergantung pada manusia itu sendiri.
Manusia perlu merenung dan bertanya pada hati nuraninya sendiri, sudah sejauh mana manfa’at kehadirannya untuk semua orang terutama yang ada dilingkungannya, apakah kehadiran sudah berarti atau sebaliknya.

Manusia tidak dapat hidup sendiri, perlu bantuan dari orang lain buktinya kita makan ikan yang ada dilaut sementara kita bukalah seorang nelayan, kita makan daging sementara kita bukanlah seorang peternak, kita maka sayur walaupun kita tidak pernah bertanam sayur atau bertani. Jadi siapapun kita dalam hidup ini kita butuh bantuan orang lain, kita adalah makhluk social yang senantiasa berhubungan antara satu dengan lainnya bahan bukan hanya dengan sesama manusia tetapi juga dengan alam sekitarnya.

Benarlah apa yang dikatakan oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu sabdanya beliau berkata : “ Sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberi manfaat kepada manusia lain”. Inilah ucapan seorang Rasul Allah yang sudah dikatakan didalam kitab suci bahwa ia tidak akan bicara melainkan setelah mendapat wahyu dari Allah. Ucapannya satu kebenaran yang perlu diimani dan diikuti.
Untuk itu … berbuatlah, berkorbanlah dalam hidup ini agar hidup memiliki arti dan bermanfaat untuk semua orang, jadilah sperti pohon mangga yang tumbuh di pinggir jalan, terus berbuah walaupun harus dilempar setiap hari oleh karena buahnya




terimakasih atas respon anda. admin

Tidak ada komentar:

ERA TASHAWWUF SOCIETY 6.0

Sosialisasi : GENERASI BARU ABAD 21 ERA TASHAWWUF SOCIETY 6.0 (Ki Ageng Sapujagat Al Kajorani Al Jawi) > Revolusi Industri 4.0 mengg...